xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

MANAJEMEN KONFLIK DALAM ORGANISASI


Pendahuuan 
Konflik dalam realitas manusia merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan. Banyak hal-hal diluar diri yang merupakan variabel bebas dan tidak terkontrol. Variabel ini dapat menyebabkan konflik dan sebaliknya apabila terkontrol secara baik akan berguna bagi diri dan individu. Tujuan, keinginan, kebutuhan dan berbagai alasan lainnya dapat menjadi bagian awal dalam terciptanya konflik. Sumber konflik dapat berasal dari dalam diri maupun kondisi diluar diri. 
   Untuk itu, bila konflik ini dapat dikelolah secara baik, maka akan menjadi sumber energi positif bagi organisasi. Konflik yang dikendalikan akan menjadi pengalaman berharga bagi pertumbuhan organisasi. Konflik dapat menjadi bumbu penyedap yang membuat organisasi menjadi dinamis dan berenergi. 
   Dengan latar belakang pemikiran demikian, maka pengenalan akan manajemen konflik dalam organisasi sangatlah penting. Pengelolahan kompleksitas tujuan-tujuan pribadi diperhadapkan dengan tujuan ideal organisasi akan membantu mengarahkan organisasi menjadi ekosistem hidup bagi tujuan besar bersama. Aturan main, struktur, pola komunikasi, cara pandang, dan hal lainnya dapat menjadi biang dari konflik. Dan hal-hal tersebut harus dikendalikan untuk pertumbuhan dan perkembangan organisasi. 

Pengertian Konflik 
Secara umum, konflik merupakan adanya kesenjangan atau ketidaksesuaian di antara berbagai atau beberapa pihak dalam suatu organisasi atau dengan organisasi lain, di antara berbagai bidang dalam sebuah organisasi, maupun diantara anggota di dalam suatu bagian tertentu dalam organisasi (Ernie & Kurniawan, 2005). Dan ada dua pendapat yang berbeda mengenai konflik, yakni (Umar Nimran, 1997): Pertama, konflik sebagai suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mengimbangi usaha-usaha orang lain, dengan cara merintangi yang menyebabkan orang lain frustasi dalam pencapaian tujuan atau meningkatkan keinginannya. Kedua, konflik sebagai kondisi yang dipersepsikan ada di antara satu pihak, dimana salah satu pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain. Dengan demikian konflik merupakan sebuah proses yang dinamis dalam organisasi, dan keberadaannya berkaitan dengan paradigm atau persepsi orang atau pihak tertentu. Lebih lanjut Handoko (1989), mengatakan bahwa konflik merupakan ketidak sesuaian antara pihak-pihak dalam organisasi, atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan/ atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik merupakan suatu pertarungan menang kalah antara kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam organisasi atau segala macam interaksi pertentangan atau antagonis antara dua atau lebih pihak. 
   Konflik organisasi adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau aktivitas kerja dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penilaian atau pandangan yang berbeda. Perbedaan antara konflik dengan persaingan (kompetisi) terletak pada apakah salah satu pihak dapat mencegah pihak lain dalam pencapaian tujuan. Kompetisi terjadi apabila tujuan kedua pihak tidak sesuai, akan tetapi kedua belah pihak tidak dapat saling mengganggu. 
   Adapun jenis konflik dapat dibagi kedalam bebeapa perpektif. Pertama, konflik intra individu, yakni konflik yang dihadapi atau dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peranan dan ekspektasi dari luar yang berbeda dengan keinginan atau harapannya. Kedua, konflik antar individu,yakni konflik yang terjadi antara individu yang berada di kelompok yang berbeda dan atau dalam satu kelompok. Ketiga, konflik antar kelompok, yakni konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Keempat, konflik organisasi yaitu konflik yang terjadi antara fungsional (Umar Nimran, 1997). 
   Adapun penyebab dari konflik menurut Umar Nimran (1997). Pertama, kesaling bergantungan. Dimana hubungan kesaling bergantungan akan menyebabkan kesaling membutuhkan dalam menyelesaikan sebuah pekerjan, dan dalam kondisi tertentu dapat menyebabkan konflik. Kondisi lain, yakni kesaling bergantungan dalam kelompok dapat terjadi dalam kondisi, apabila tiap individu bekerja secara mandiri, namun hasil capaian merupakan keberhasilan kelompok. Berikutnya ada juga kebergantungan berurutan, seperti bahwa pelaksanaan tugas kelompok/indivdu tertentu, ditentukan oleh penyelesaian tugas kelompok/ individu sebelumnya. Berikutnya kebergantungan timbal balik, dmana hasil kerja kelompok satu menjadi masukan kelompok lainnya. Penyebab kedua, yakni perbedaan tujuan dalam organisasi atau unit-unit dalam organisasi. Dan yang ketiga adalah perbedaan persepsi tentang suatu realita dalam organisasi yang dapat menyebabkan konflik. 
   Menurut Ernie & Kurniawan (2005), konflik yang terjadi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama yakni faktor komunikasi. Faktor ini terjadi saat para anggota dalam sebuah organisasi maupun antar organisasi tidak dapat atau tidak mau untuk saling mengerti dan memahami dalam berbagai hal dalam organisasi. Faktor kedua yakni faktor struktur tugas dan struktur organisasi. Struktur tugas dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota tidak bisa memahami pekerjaan mereka dari struktur tugas yang ada, atau juga terjadi ketidaksesuaian dalam hal pembagian kerja, maupun prosedur kerja yang tidak dipahami. Sedangkan struktur organisasi dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota merasa tidak cocok untuk berada di suatu bagian dalam organisasi, atau juga bisa berupa adanya upaya untuk meraih satu posisi tertentu, maupun berbagai hal lainnya yang terkait dengan posisi atau bagian yang ada dalam organisasi. Faktor penyebab ketiga adalah faktor personal. Personal dapat menjadi sumber konflik dalam organisasi ketika individu-individu dalam organisasi tidak dapat saling memahami satu sama lain, sehingga terjadi berbagai persoalan yang dapat mendorong tercapainya konflik antar individu, baik di dalam satu bagian tertentu maupun antar bagian tertentu dalam organisasi. Dan faktor kempat adalah faktor lingkungan. Lingkungan dapat menjadi sumber konflik ketika lingkungan di mana setiap individu bekerja tidak mendukung terwujudnya suasana kerja yang kondusif bagi efektivitas pekerjaan yang dilakukan oleh setiap orang maupun setiap kelompok kerja. 
   Dengan adanya konflik dalam organisasi maka akan memberikan beberapa dampak terhadap organisasi. Pertama, konflik dapat menyebabkan kelompok kerja lemah dan berbagai pekerjaan dalarn organisasi akan terbengkalai. Kedua, konflik bisa menjurus pada persoalan personal antar individu dalam organisasi. Jika konflik sudah mengarah pada persoalan personal, maka agak sulit bagi organisasi untuk bersikap professional dan membedakan antara urusan yang bersifat organisasional dan personal, namun yang jelas kinerja organisasi akan terganggu. Ketiga, konflik memiliki dampak positif ketika manajer atau pimpinan dapat mengelola konflik menjadi persaingan sehat antar individu, sehingga kinerja organisasi justru mungkip dapat ditingkatkan. Namun, prasyarat agar konflik menjadi dampak positif adalah kuatnya peran pimpinan dan manajer dalam organisasi. Keempat, konflik menyebabkan berbagai hal yang tidak terkait langsung dengan tujuan organisasi muncul, sehingga sangat mungkin untuk terjadinya pemborosan waktu, uang, serta berbagai sumber daya lainnya. 

Manajemen Konflik 
Dalam sebuah organisasi, konflik akan menjadi sumber daya energi apabila dapat dikelola dengan baik. Ada tiga cara pengendalian konflik dalam organisasi, yakni Stimulasi konflik, Pengendalian konflik dan Penyelesaian atau penghilangan konflik. 
   Dalam menerapkan stimulasi konflik, ada upaya untuk menggunakan konflik sebagai stimulan bagi anggota dan elemen dalam organisasi untuk mengoptimalkan kineja mereka, untuk pencapaian tujuan organisasi. Cara melakukan stmulasi konflik, yakni pertama peningkatan persaingan antar kelompok kerja dan individu. Pada strategi ini konflik sengaja dibuat, dan membutuhkan sistem reward dan punishment agar tercipta sebuah kompetisi yang efektif. Dan agar tidak terjadi bias dalam konflik, maka perlu ada aturan kerja yang jelas. Kedua yakni pelibatan pihak eksternal kedalam bagian konflik yang terjadi. Apabila terjadi konflik (atau dengan kata lain “ketidak saling percayaan”), maka pihak “outsourcing” dapat diterapkan. Seperti dalam pemeriksaan laporan keuangan oleh lembaga independen, rekrutmen eksternal dan lainnya. Ketiga, melakukan perubahan aturan main atau prosedur dalam organisasi. Prosedur yang panjang dan berbelit-belit dibuat pendek dan ringkas. Pada saat ini diterapkan, akan terjadi banyak posisi tidak nyaman, akan tetapi hal ini akan mengoptimalkan kinerja organisasi. 
   Berikutnya manajemen konflik dalam bentuk pengendalian konflik. Pertama, Pada saat terjadi konflik yang diakibatkan karena keterbatasan sumber daya. Maka pengendalian dapat dilakukan dengan perluasan penggunaan sumber daya. Sumber-sumber daya yang dulu hanya diakses beberapa orang, diperluas untuk digunakan orang lain juga. Kedua, apabila konflik tejadi karena keterbatasan informasi dan adanya kesimpang siuran perpektif (ambiguitas) serta putus arus koordinasi,maka perlu dilakukan peningkatan koordinasi dalam organisasi. Ketiga, penentuan tujuan bersama yang dapat mempertemukan berbagai pihak yang terlibat dalam konflik. Dan keempat, mempertemukan perilaku dan kebiasaan kerja dari para anggota dalam organisasi. 
   Strategi manajemen konflik organisasi berikutnya adalah penyelesaian dan penghilangan konflik. Untuk dapa melakukan hal tersebut maka tindakan yang perlu dilakukan, pertama hindari sumber-sumber konflik. Buatlah aturan organisasi secara adil dan tidak menimbulkan persaingan. Metode ini mengurangi permusuhan (antagonis) yang ditimbulkan oleh konflik, dengan mengelola tingkat konflik melalui “pendinginan suasana”, akan tetapi tidak berurusan dengan masalah yang dapat menimbulkan konflik. Kedua, apabila konflik telah terjadi, maka lakukanlah intervensi terhadap pihak-pihak yang terlibat konflik untuk melakukan kompromi. Ketiga, berupaya mengakomodasi keinginan pihak-pihak yang terlibat konflik dalam suatu forum penyelesaian konflik. 
   Selain dari manajemen diatas, ada juga metode lain yang digunakan untuk mengendalikan konflik. Yakni metode dominasi dan penekanan. Metode ini dapat terjadi melalui cara kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan otokratik, penenangan (smooling) atau cara diplomatis, penghindaran (avoidance) untuk mengambil posisi yang tegas, dan terakhir cara penentuan melalui suaa terbanyak (majority rule). Berikutnya dengan metode kompromi. Pemimpin organisasi mencari jalan keluar yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang saling berselisih untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Keputusan dicapai melalui kompromi dengan berbagai pihak yang berkonflik. Adapun bentuk-bentuk kompromi meliputi : pemisahan (separation), dimana pihak-pihak yang sedang bertentangan dipisahkan sampai mereka menyetujui; arbitrasi (perwasitan), dimana pihak-pihak yang berkonflik tunduk kepada pihak ketiga; kembali keperaturan yang berlaku, penyelesaian berpedoman kepada peraturan (resort to rules) dimana kemacetan dikembalikan pada ketentuan yang tertulis yang berlaku dan membiarkan peraturan memutuskan penyelesaian konflik; penyuapan (bribing), dimana salah satu pihak menerima beberapa konpensasi sebagai imbalan untuk mengakhiri konflik. 
   Dan untuk meyelesaikan konflik secara komprehensif, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,maka dapat menerapkan metode berikut. Pertama, Konsensus, dimana pihak-pihak mengadakan pertemuan untuk mencari pemecahan-pemecahan masalah yang terbaik, bukan mencari kemenangan bagi masing-masing pihak. Kedua, Metode Konfrontasi, dimana pihak-pihak yang saling berhadapan menyatakan pandangannya secara langsung satu sama lain, dengan kepemimpinan yang terampil dan kesediaan semua pihak untuk mendahulukan kepentingan bersama, kerap kali dapat ditemukan penyelesaiaan yang rasional. Ketiga, Penggunaan tujuan-tujuan yang lebih tinggi, dapat juga menjadi metode penyelesaian konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama. 

Penutup 
Seorang pemimpin yang mampu mengendalikan konflik merupakan seorang matador yang mampu menaklukan banteng yang sedang marah. Pemimpin harus bisa mengendalikan situasi yang tidak menentu menjadi suasana yang menguntungkan bebagai kepentingan, terutama organisasi. Dengan memahami manajemen konflik dalam organisasi, maka seorang pemimpin belajar untuk menjadi seorang pemimpin yang sebenarnya, dan bukan penanggung jawan struktural saja. 

Daftar Pustaka 

  • Erni Tisnawati Sule & Kuniawan Saefullah, 2005. Pengantar Manajemen, Kencana : Jakarta 
  • Handoko, T. Hani, 1989. Manaiemen, BPFE : Yogyakarta 
  • Henry Simamora, 1997. Sumber Daya Manusia, STIE YKPN : Yogyakarta 
  • Mulyana, Deddy, 2005. Komunikasi Efektif. Suatu Pendekatan Lintasbudaya (2nd Edition ed.). Remaja Rosdakarya : Bandung 
  • Nakayama, Thomas K. & Judith Martin, 2010. Intercultural Communication in Contexts. The McGraw-Hill Companies, Inc : United States of America 
  • Pace, R.Wayne & Don F. Faules, 2004. Komunikasi Organisasi. Remaja Rosdakarya : Bandung 
  • Robert L' Mathis & John H. Jackson, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, Salemba : Jakarta 
  • Syafaruddin Alwi, M.s, 2001. Manajemen sumber Daya Manusia, BPFE : Yogyakarta 
  • Umar, Nimran, 1997. Perilaku Organisasi, Citra Media : Surabaya 

(Materi dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili, .Si-teol.,M.M. dalam kegiatan Pembekalan Fungsionaris LK Fakultas Teologi, tanggal 29 Oktober 2018, di Gedung CXY 101 UKSW pukul 10.00-12.00 WIB)

Posting Komentar

Posting Komentar