xOeSJZwEqEHxAtyEgOy1ztCUdVCJP06QsbYigFCu
Bookmark

PRIVATE VICTORY : SEBUAH PENCAPAIAN PENGETAHUAN TERTINGGI

Pendahuluan
   Menjadi manusia yang sempurna adalah keinginan dan kehendak dari setiap individu. Akan tetapi seringkali dalam menjalani proses untuk menjadi manusia sempurna tersebut, orang lain yang berada disekitar diri individu sering dijadikan cermin untuk melihat kesempurnaan tersebut. Saya akan menjalani hidup yang sempurna, apabila memiliki motor seperti si Rudi. Hidup ini akan menjadi sempurna apabila saya dapat berkeliling dunia dan memiliki banyak harta. Kesempurnaan diriku akan terjadi apabila saya dapat menemuh study hingga menjadi seorang doktor. Saya akan merasakan kesempurnaan apabila telah memiliki seorang istri yang cantik. Saya akan merasa memiliki diri sejati dan dapat secara maksimal menjalaninya apabila pada masa muda saya bisa hura-hura, tua kaya raya dan mati masuk surga. Walaupun hal tersebut merupakan kemungkinan yang sangat sulit untuk dicapai, namun itulah makna kesempurnaan diri berdasarkan pandangan banyak orang dalam menjalani hidup. Kesempurnaan diri dilihat dari materi dan pengalaman capaian kesuksesan orang lain disekililing kita. Apakah ketika mencapai kesemuannya itu, anda telah menjadi makluk yang sempurna atau manusia yang sejati?
   Mudah saja untuk menjawab pertanyaan diatas. Apabila anda menjalani kehidupan atau harapan orang lain, maka anda tidak akan menjalani kesempurnaan diri. Mengapa? Karena yang anda jalani adalah diri orang lain dan bukan diri sejati anda. Manusia tercepat didunia pada lintasan 100 meter, Usain Bolt, yang memecahkan rekor atas namanya sendiri dengan waktu 9,58 detik, tidak mungkin berupaya juga untuk mendapatkan prestasi gemilang dilapangan sepakbola, hanya karena kecepatannya berlari. Olahraga sepak bola memadukan antara ketangkasan mengelolah si kulit bundar dan kecepatan berlari. Untuk itu Bolt sangat sulit untuk bermimpi untuk mendapatkan kesuksesan dijenis olah raga ini. Dalam usaha untuk menjadi diri yang sejati, setiap individu tidak harus menjadi manusia super disegala bidang, dan menjalani mimpi orang lain. Akan tetapi satu individu akan menjalani dirinya secara bertanggung jawab dengan totalitas diri. Nah, pada bagian inilah kesempurnaan dan kesejatian diri akan tercapai. Bolt akan menjadi manusia sejati dilintasan lari 100 meter, dan bukan dilapangan bola. Itulah kesejatian Bolt.
   Menurut Socarates, manusia memiliki “diri yang nyata” (The real self), yang harus ditemukan dan dikenali dalam dirinya sendiri. Kalimat gnithe se authon (kenalilah dirimu sendiri, yang merupakan ucapan dari Apollo, digunakan oleh Socrates untuk mengajari masyakat Athena untuk mengenali siapa diri sejati mereka. Dengan mengenal diri sejati diri sendiri, maka manusia akan mengetahui bagaimana seharusnya ia bersikap dan bertindak. Menurut Socrates, walaupun banyak pengetahuan yang dapat dipelajari dengan berbagai cara, namun inti dari kesemua pengetahuan tersebut adalah esensi yang harus dicapai dengan pengenalan diri. Dengan mengenal diri, maka anda, saya dan kita semua dapat merasakan yang namanya kemenangan diri sejati.
   Kemenangan diri dalam buku The Seven Habits of Highly Effective People yang dituliskan oleh Stephen R. Covey, meliputi tiga prinsip yakni : Proaktif, Memulai dengan apa yang terakhir dalam pikir anda, dan Menempatkan sesuatu yang utama dalam posisi pertama. Dengan focus pada ketiga prinsip ini, maka anda akan menjalani diri anda secara lebih berdaulat. Namun sebelum anda menjalani tiga prinsip tersebut, maka anda sudah harus mampu mengenal diri sejati anda, sehingga anda dapat bertindak dalam kesejatian diri anda. Proaktif menekankan pada sikap diri yang memiliki integritas dan kebebasan dalam mewujudkan identitas diri. Dengan bertindak proaktif, maka anda telah menjadi individu yang merdeka dan berdaulat, tanpa diinterfensi oleh factor-faktor yang berada diluar diri anda. Berikutnya, anda memulai dengan berpikir ingin menjadi seperti apa pada saat anda meninggal dunia nantinya. Dengan menerapkan prinsip ini, maka anda diarahkan untuk membuat visi dan misi. Totalitas diri anda ditafsirkan kedalam visi dan misi yang akan anda capai nantinya. Diharapkan dengan memiliki pandangan yang jelas kedepan, maka anda akan bertindak sesuai dengan “rel” dalam diri anda, dan bukannya menjalani “rel” yang menjadi milik orang lain. Selanjutnya, prinsip berikutnya adalah menempatkan hal yang utama pada posisi pertama dalam aktivitas keseharian anda. Anda diajak untuk mampu menentukan prioritas dari setiap tindakan dan perencanaan aktivitas keseharian anda. Dengan menjalani ketiga prinsip tersebut maka anda telah menjalani kesejatian diri anda. Kesejatian dan kemerdekaan diri menjadi modal untuk anda, yang selanjutnya menjalani interaksi kehidupan dengan orang disekeliling anda. Seberapa pun kuat usaha anda untuk dapat berpidato seperti bung Karno (Soekarno), namun hanya ada satu sosok Soekarno. Seberapa kerasnya usaha anda untuk menjadi seperti Nelson Mandela, namun hanya ada satu Nelson Mandela dalam dunia ini. Untuk itu lupakanlah untuk menjadi sama dengan orang lain, namun mulailah dengan mengenal diri dan memenangkan diri sejati anda. Dengan kemenangan diri tersebut, maka anda akan menjadi sosok individu yang unik, dan tidak ada individu lain yang sama dengan diri anda.

Menjadi Proaktif
Kita telah mengetahui empat aspek kecerdasan manusia, yakni Spiritual (SQ), Emosional (EQ), Intelektualitas (IQ) dan Fisik (PQ). Keempat kecerdasan tersebut yang mampu membuat setiap manusia menciptakan orientasi masa depan, beradaptasi dengan lingkungan, berpikir kreatif dan anallitis, serta mampu untuk bekerja secara optimal. Selanjutnya bagaimana mengembangkan dan mengendalikan segala potensi kita sehingga sejalan dengan “rel” diri sejati? Satu-satunya jawaban yakni, kita harus proaktif. Sikap proaktif merupakan kebalikan dari sikap reaktif. Mungkin selama ini anda dan saya terlalu sering bersikap reaktif. Sikap yang membuat hidup kita biasa-biasa saja, hidup yang membuat kita seakan-akan mengalir mengikuti aliran lingkungan disekitar kita, dan menjaukan diri dari kesejatian. Cara pandang kita hanya sebatas pada takdir dan nasib. Sikap menyerah pada keadaan dan bersikap apatis, adalah ciri dari sikap reaktif. Kita lebih banyak memberikan tanggung jawab hidup kita kepada lingkungan diluar diri dan bahkan orang lain yang berada disekeliling kita. Sikap seperti ini, akan menghilangkan peran dari keempat kompetensi yang kita miliki.
   Apabila ada sebuah tindakan dari luar diri kita, maka kita langsung merespon, tanpa berpikir akibat dari respon tersebut. Hal ini merupakan salah satu bentuk sikap reaktif. Sikap yang hadir secara langsung, karena adanya respon dari luar. Sikap reaktif, kadangkala menempatkan kita dalam respon yang salah dan tidak mempertimbangkan citra diri kita sebagai manusia sejati. Untuk itu dibutuhkan sebuah sikap yang proaktif, yang hadir dari kesadaran citra diri.
   Proaktif merupakan sikap aktif yang diberikan kompetensi tanggung jawab. Jadi seseorang bukan hanya aktif memanfaatkan segala kemampuan yang dimilikinya, akan tetapi memanfaatkan kemampuan tersebut sebagai akibat dari adanya tanggung jawab yang harus dipenuhi. Dengan demikian orang yang proaktif, bukan hanya selalu memiliki inisiatif, namun juga tanggung jawab. Karena tanggung jawab tersebut, maka dalam merespon segala sesuatu, seseorang harus menggunakan empat anugerah yang diberikan Tuhan, yakni : Kesadaran diri, Hati nurani, Daya imajinasi dan Kehendak bebas.
  • Kesadaran diri merupakan bentuk kesadaran akan citra diri. Citra diri sebagai Imago Dei, makluk penyabar, makluk cinta kasih dan lainnya. Dengan menyadari diri sebagai citra diri yang positif, maka seseorang akan memberikan respon yang tepat terhadap sebuah tindakan yang dialaminya.
  • Hati nurani adalah kesadaran untuk mendengarkan batin agar mampu membedakan baik dan buruk, benar dan salah. Dengan hati nurani kita akan lebih merespon suatu tindakan dengan etis. 
  • Daya imajinasi adalah kemampuan untuk membayangkan konsekuensi yang akan didapatkan dari respon yang akan diberikan, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. 
  • Kehendak bebas merupakan kebebasan untuk mengambil tindakan. Kehendak bebas ini merupakan sebuah tindakan “tanpa batas” untuk menentukan respon yang akan diberikan.
Keempat anugerah tersebut harus digunakan oleh tiap orang sebelum memberikan respon terhadap sebuah stimulus yang datang dari luar. Dengan menggunakan keempat anguerah tersebut, kita bersikap proaktif terhadap segala stimulus. Kita tidak langsung bertindak reaktif, akan tetapi menggunakan empat anugerah untuk merespon stimulus tersebut. orang yang bertidak proaktif akan tampak lebih tegas, memiliki integritas, dan lebih bijaksana dalam menghadapi berbagai masalah.
   Dalam bertindak proaktif, kita juga perlu memperhatikan “wilayah kekuasaan saya” dan “wilayah diluar kekuasaan saya”. “wilayah kekuasaan saya” adalah bentuk respon yang dapat saya berikan kepada stimulus yang datang. Sedangkan “wilayah diluar kekuasaan saya” adalah kondisi yang memang sudah ada, seperti warna kulit, orang tua, pendidikan, jabatan dan lainnya. Dengan memahami hal ini, ada akan akan mengetahui apa yang dapat anda kendalikan dan apa yang tidak dapat anda kendalikan. Yang penting adalah bukan yang terjadi terhadap anda, akan tetapi apa yang terjadi dalam diri anda. Anda mungkin tidak dapat mengendalikan keadaan, cara anda dibesarkan, keterbatasan-keterbatasan anda, dan orang lain, akan tetapi anda dapat mengendalikan diri anda terhadap tindakan yang datang terhadap anda. Respon kitalah merupakan cerminan dari citra diri kita.

Memulai dari yang akhir dalam pikiran anda
Berikutnya kita akan memahami bagaimana kita menjalani kehidupan kita yang maha luas dan seba tidak menentu ini. Kita sering melakukan aktivitas sehari-hari lepas dari visi hidup kita, lepas dari refleksi “untuk apa kita hadir dalam dunia ini”. Aktivitas yang kita lakukan hanyalah sebuah rutinitas dalam pemenuhan akan hidup sehari-hari dalam lingkaran kehidupan bermasyarakat. Kita seperti sebuah titik didalam lingkaran besar, yang tidak memberikan peran apa-apa. Titik tersebut berwarna hitam, sama dengan titik lainnya. Lalu apa perbedaannya? Kita tidak mengetahui perbedaannya, karena kita telah masuk dan berbaur dengan titik-titik lainnya. Dalam bagian ini akan dibahas, bagaimana kita menjalankan kehidupan dengan sekaligus menjalankan peran kita didalam dunia ini.
   Kita perlu maju hingga bagian akhir untuk mengetahui apa visi kita. Untuk apa saya hadir kedunia ini? Apa peran saya? Jawaban-jawaban tersebut dapat kita terima diakhir kehidupan kita. Coba anda bayangkan, apakah anda ingin meninggalkan dunia ini dengan menjadi orang biasa, ataukah anda ingin meninggalkan dunia ini dengan menjadi orang yang luar biasa. Orang yang akan tetap dikenang dan pengalaman hidupnya akan terus diceritakan sebagai bagian dari inspirasi bagi kehidupan orang lain. Pada bagian ini, dalam bukunya Stephen R. Covey menggambarkan dengan baik, agar anda mampu menulis pidato pemakaman anda sendiri. Orang seperti apa saya? Apa yag telah saya lakukan? Dan apa kontribusi saya bagi orang lain? Dengan menuliskan pidato pemakaman tersebut, anda akan diajak menvisualisasikan diri anda untuk memahami visi pribadi anda.
   Dengan memahami visi hidup anda, maka anda mampu menempatkan arah hidup anda secara benar. Visi merupakan gambaran mental, apa yang ingin anda ciptakan secara fisik. Membuat gambar mental ini haruslah secara benar dan tepat. Karena gambaran mental dalam bentuk visi tersebut merupakan blue print, yang nantinya menjadi pegangan anda dalam menjalani atau me-manage aktivitas anda sehari-hari untuk mewujudkan blue print tersebut. Cara paling efektif dalam melihat tujuan akhir kita adalah dengan merumuskan visi dan misi diri kita. Visi merupakan sesuatu yang ingin kita wujudkan dimasa datang. Visi menghubungkan kekinian dan keakanan, untuk itu visi mengarahkan kita kedepan. Sedangkan misi adalah pilihan tentang cara yang dipergunakan untuk mewujudkan visi tersebut. karena itu misi berkaitan dengan apa yang harus dikerjakan secara konsisten dan berkelanjutan guna mewujudkan visi. Visi merupakan bentuk dari ciri kepemimpinan dalam menempatkan arah yang tepat dan benar, sedangkan misi adalah manajemen untuk melaksanakan sesuatu secara benar sehingga mengarah pada visi.
   Untuk merumuskan pernyataan visi dan misi pribadi, maka kita memulainya dari pusat lingkaran pengaruh kita. Stephen R. Covey menyebutnya sebagai “lensa yang kita gunakan untuk melihat dunia” hal-hal tersebut merupakan apapun yang ada dipusat kehidupan kita, yang menjadi sumber rasa aman, sumber pedoman, sumber kebijaksanaan dan sumber daya kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sumber rasa aman, yakni menggambarkan perasaan diri berguna, diterima dan dihargai. Sumber pedoman adalah sumber arah didalam menjalani kehidupan yang mengatur apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Sumber kebijaksanaan adalah cara pandang hidup yang memberikan keseimbangan dan pengertian tentang bagaimana berbagai bagian dan prinsip dalam hidup kita berlaku dan saling brhubungan satu sama lain. Sumber daya adalah kekuatan dan potensi untuk mencapai sesuatu, dan sebagai energi vital untuk membuat pilihan dan keputusan.
Dalam merumuskan visi dan misi, maka ada tujuh langkah yang harus dilakukan :
1. Meditasi dan refleksi
Kita tidak terbiasa untuk melakukan meditasi dan refleksi pada jaman sekarang ini. Hal ini dikarenakan banyaknya teknologi yang tersedia, dan kemudahan hidup yang disuguhkan. Akan tetapi untuk mampu menemukan visi dan misi diri, maka kita harus belajar dan mampu untuk melihat kedalam diri, dan ini hanya dapat dilakukan melalui meditasi dan refleksi.

2. Menetapkan nilai-nilai
Nilai-nilai adalah ketetuan yang baik dan bermanfaat serta dianggap penting. Ada nilai yang universal dan mutlak seperti, ketulusan hati, kejujuran, cinta kasih dan lainnya. Akan tetapi ada juga nilai kontekstual yang nisbih (seta tidak mutlak dan relatif), seperti keindahan, kenyamanan, dan sebagainya.

3. Menemukan keistimewaan diri
Kegemaran dan bakat adalah indicator yang baik dalam menemukan keistimewaan diri. Hal ini dapat dijadikan keunggulan. Akan tetapi hindarkan diri dari membanding-bandingkan dengan orang lain.

4. Menentukan akan menjadi apa
Setelah menemukan nilai-nilai dan keistimewaan dirinya, maka selanjutnya menentukan karier atau profesi yang menjadi tujuannya.

5. Menentukan untuk memiliki apa
Keputusan mengenai apa yang dimiliki berkaitan erat dengan keputusan untuk mau menjadi apa. Hal ini dikarenakan, dengan memiliki apa yang diinginkan, maka akan menunjang profesi atau karier untuk menjadi apa.

6. Menuliskan rumusan visi dan misi
Menuliskan rumusan visi dan misi merupakan sikap proaktif untuk bertanggung jawab terhadap diri sejatinya. Setelah kelima tahap dijalani, maka seseorang harus mampu menuliskan rumusan visi dan misinya, serta berkomitmen terhadap hal tersebut.

7. Merenungkan dan memperbaiki ulang visi dan misi
Setelah menuliskan rumusan visi dan misi, maka kita harus melakukan penghayatan kembali terhadap rumusan tersebut. kita harus kembali melihat redaksional dan nilai yang tertuang dalam visi dan misi tersebut. Dalam memperbaiki, kita akan lebih menempatkan visi dan misi yang lebih bermanfaat dalam menjalankan peran bagi diri kita.

   Setelah merumuskan visi dan misi. Maka selanjutnya anda menentuk sasaran aktivitas anda. Sasaran yakni apa yang akan dihasilkan pada suatu waktu tertentu yang mengarah kepada perwujudan tujuan. Karena terukur, maka sasaran tersebut harus jelas, seperti saya akan melanjutkan studi kejenjang pendidikan yang lebih tinggi pada tahun depan, saya memeriksakan kesehatan setiap 3 bulan sekali, saya akan berolah raga seminggu 2 kali, dan banyak aktivitas lainnya yang terukur sebagai sasasaran dalam pewujudan tujuan diri anda.
   Dalam menentapkan sasaran haruslah SMART (Specific, Measurable, Atainable, Relevant, Timely). Sasaran harus fokus pada hal tertentu dan dapat dirumuskan secara rinci; sasacara dapat diukur tingkat keberhasilannya; sasaran harus dapat diwujudkan atau dicapai; sasaran harus sesuai kebutuhan dan terkait dengan tujuan; sasaran ada batas waktu untuk menyelesaikannya.
   Setelah menetapkan visi, misi dan sasaran aktivitas. Maka berikutnya adalah melaksanakan peran dalam kehidupannya. Kita harus fokus pada peran yang mengarah pada pencapaian visi dan misi. Tidak semua peran harus dimainkan dalam kehidupan. Sesuai dengan visi dan misi, maka sebaiknya peran utama tidak lebih dari tujuh peran yang berfokus pada hal-hal berikut : 
  1. Kehidupan keluarga. Peran sebagai anggota keluarga, atau kepala keluarga
  2. Pekerjaan dan karir. Peran sebagai mahasiswa, karyawan atau sebagai professional 
  3. Kehidupan rohani. Peran sebagai orang yang bertumbuh secara rohani, sehingga sehat secara spiritual 
  4. Peran perkembangan intelektual. Peran sebagai orang yang harus tetap belajar seumur hidup, sehingga sehat secara intelektual 
  5. Peran fisik. Peran sebagai orang yang harus sehat secara fisik 
  6. Peran kehidupan bermasyarakat. Peran sebagai anggota masyarakat, bergereja dan berbangsa sehingga sehat secara sosial/ emosional 
  7. Pengembangan minat. Peran sebag seseorang dengan bakat dan talenta khusus
Dengan menjalankan ketujuh peran tersebut, maka akan tercipta keseimbangan dana memberikan perhatian pada masing-masing peran.

Menentukan prioritas
Dengan menentukan prioritas, maka akan membantu kita dalam mengembangkan diri dalam mencapai visi dan misi pribadi. Bagian ini menitik beratkan pada pengaturan aktivitas, serta menentukan aktivitas mana yang merupakan prioritas. Diharapkan dengan menerapkan aktivitas secara efesien, maka anda akan selalu menfokuskan diri pada hasil yang dicapai.
   Pengaturan aktivitas berkaitan dengan manajemen waktu, sangat dipengaruhi oleh prinsip Pareto. Vilfredo Pareto menemukan bahwa 80% dari waktu yang digunakan manusia, hanya memberikan hasil 20%. Sebaliknya, orang yang mengatur waktunya dengan baik dan sistematis, hanya menggunakan waktu 20% dan memperoleh hasil 80%. Untuk itu ada baiknya, kita mengikuti tipe yang kedua, menggunakan 20% waktu untuk memperoleh hasil 80%. Akan tetapi jangan sampai hal tersebut, membuat kita mengabaikan proses yang berujung pada hasil yang kurang baik. Dalam pengaturan waktu yang efesien, tetap berpatokan pada efektifitas hasil. Seorang pemimpin yang efektif adalah yang selalu mau mendahulukan hal-hal yang utama, serta mampu memutuskan apa-apa saja yang harus diprioritaskan. Sebagai pemimpin harus mampu menentukan skala prioritas.
   Tidak semua tugas, harus dikerjakan oleh pemimpin. Pendelegasian adalah salah satu cara untuk memberikan tanggung jawab kepada orang lain, untuk membantu menyelesaikan tugas kita. Ingat, yang didelegasikan kepada orang lain adalah tugas, dan bukan tanggung jawab. Tanggung jawab tidak dapat didelegasikan. Dalam mendelegasikan ada lima langkah yang harus diperhatikan :
  1. Tentukan skala prioritas setia tugas. Bila menghadapi kesibukan pekerjaan maka hal yang perlu dilakukan adalah menentukan pentingnya dan urgensinya dari masing-masing pekerjaan, serta batas waktu untuk menyelesaikannya.
  2. Menentukan tugas-tugas mana yang dapat didelegasikan. Ada banyak hal yang bisa didelegasikan: pekerjaan biasa yang berulang (rutin), keputusan atas hal-hal yang kecil/ biasa, pekerjaan yang paling banyak menyita waktu, dan pekerjaan dimana anda tidak terampil untuk mengerjakannya sendiri. 
  3. Pelajari kemampuan staf anda yang paling tepat melaksanakan masing-masing tugas. Ada pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh siapa saja, tetapi ada pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan khusus. Andalah yang menentukan siapa yang paling tepat menyelesaikan sesuatu perkerjaan. 
  4. Delegasikan tugas. Pastikan bahwa orang yang akan menerima tugas mempunyai waktu yang cukup. Berikan rincian pekerjaan, tetapkan tujuan hasil akhir yang harus dicapai, tetapkan batas waktu, dan yang lebih penting berikan kewenangan untuk menyelesaikan tugas tersebut. 
  5. Kendalikan (awasi) pekerjaan yang didelegasikan. Berikan bantukan yang diperlukan. Aturlah pengawasan yang baik dan teratur serta mintalah selalu umpan balik dan laporan hasil pekerjaan.
Pendelegasian bermanfaat untuk memberdayakan semua pihak. Pendelegasian mampu memberikan peluang bagi orang lain untuk berlatih dan berkembang. Serta membangun semangat kelompok dikalangan orang-orang yang dipimpin.
   Dengan menentukan skala prioritas dan menerapkannya, maka kita akan lebih sukses dalam mengembangkan diri kita masing-masing. Tidak harus semua tugas dilakukan dalam menjalani peran kita, akan tetapi dengan pendelegasian tugas, kita akan terbantukan dalam mencapai tujuan, serta orang lain mengalami pengembangan diri.

Penutup
Mengenal diri sejati adalah bentuk dari pengetahuan tertinggi, dan menjalani diri sejati adalah bentuk dari mempertahankan kemerdekaan diri sejati. Kemenangan sejati akan mengarahkan setiap individu pada sebuah kekhasan diri, dan makin memperkaya dinamika dalam berinteraksi. Proaktif, membuat visi dan menjalaninya, serta bertindak sesuai prioritas merupakan upaya untuk menjaga kedaulatan kemerdekaan diri anda. Untuk itulah tetaplah menjalani diri sebagai manusia merdeka dan hindarkan sikap untuk memberikan diri agar dipimpin oleh faktor-faktor yang ada diluar diri.

Daftar Pustaka
  • Lusi, Semuel S. (2010). The Real You is The Real Success : Panduan menjadi diri sendiri dan menemukan potensi autentik untuk meraih tujuan tertinggi anda. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
  • Covey, Stephen R. (1997). The Seven Habits of Highly Effective People, alih bahasa oleh Budijanto. Binarupa Aksara : Jakarta
(Materi disusun dan dibawakan oleh Ricky Arnold Nggili, Si.Si., MM di LDKM Fakultas Psikologi tanggal 7 & 9 November 2014; LDKM Fakultas Sains Matematika (FSM) tanggal 15 November; LDKM Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan (FKIP) tanggal 28 November 2014; LDKM Fakultas Bahasa & Sastra tanggal 6 Desember 2014)

Link tulisan terkait :  
Posting Komentar

Posting Komentar